Ada Apa Dengan Demokrasi Kampus Merah Maron???

294

Oleh : Arya Saputra Puasa

(Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo)

“Kampus adalah miniatur negara”, kalimat ini merupakan gambaran sederhana bahwa kampus juga menganut sistem demokrasi. Dalam setiap tahunnya selalu dilaksanakan pesta demokrasi di dalam kampus, baik itu pemilihan ketua-ketua Senat sampai pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).

 

Pesta demokrasi kampus selalu menjadi ajang pertempuran ide dan gagasan untuk masa depan kampus, sehingga keadaan tersebut sangat dinanti-nantikan oleh para mahasiswa yang terlibat di dalamnya. Akan tetapi baru-baru ini kecacatan demokrasi kampus terjadi pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Negeri Gorontalo.

Kecacatan demokrasi kampus terlihat dalam regulasi yang dikeluarkan oleh KPL, syarat, ketentuan dan tata tertib pemilihan Presiden dan Wakil Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Negeri Gorontalo Periode 2021 menimbulkan banyak sekali problematika.

Terbukti terdapat dua (2) regulasi yang dieluarkan oleh tim KPL sehingga hal tersebut menyebabkan kebingungan, dikarenakan tidak ada pemberitahuan secara resmi dari Ketua KPL terkait regulasi terbaru yang sudah dikeluarkan.

BACA JUGA  Kecelakaan Berujung Maut, Dua Pengendara Motor Tewas Salah Satunya Terlindas Grader

Kecacatan lainnya terkait demokrasi kampus dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (BEM) Badan Eksekutif Mahasiswa yang dilaksanakan oleh KPL ternyata berbeda dengan SK Rektor, di mana proses verifikasi berkas dalam SK Rektor dikatakan 1 (satu) hari sesudah batas pendaftaran, akan tetapi agenda dari pihak KPL justru berbeda dengan apa yang terdapat dalam SK Rektor.

Pada poin b ayat (3) sub poin b terkait Verifikasi Syarat Calon dalam SK Rektor dijelaskan bahwa “verifikasi syarat kelengkapan berkas bakal calon dilaksanakan sejak pada saat bakal calon melakukan pendaftaran.

Pemasukan kelengkapan berkas dan kekurangan berkas dapat dilakukan oleh tim pemenang sampai dengan 1 (satu) hari setelah batas waktu pendaftaran dan paling lambat sampai dengan pukul 14:00 Wita pada hari tersebut”.

BACA JUGA  Menjaga Ketahanan Pangan Di Masa Pandemi, Pemkot Gorontalo Dorong Masyarakat Untuk Lebih Kreatif

Kenyataannya Pihak KPL memperpanjang waktu verifikasi kelengkapan berkas bakal calon Presiden dan Wakil Presiden BEM sampai pada hari senin, padahal batas pendaftaran bakal calon yaitu pada hari sabtu (bukan hari kerja), maka sewajarnya batas verifikasi atau kelengkapan berkas jatuh pada hari minggu, bukan pada hari senin.

Hal ini terbukti dengan rekaman video di mana dari Ketua KPL sendiri yang menyatakan hal demikian, bahwa tim sukses atau tim pemenang dari pihak FOK melakukan verifikasi berkas pada hari senin pukul 15:50 Wita, maka keterlambatan waktu dalam hal verifikasi sekurang-kurangnya 1 hari 15 jam 50 menit.

Berkaca pada teori hukum, ketika terdapat peraturan yang lebih rendah dari peraturan di atasnya dan aturan tersebut bertentangan maka aturan yang lebih rendah gugur dengan sendirinya. Di dalam dunia kampus SK Rektor adalah aturan yang lebih tinggi dari aturan KPL, maka tidak sewajarnya jika dari pihak KPL menyalahi hal tersebut.

BACA JUGA  Pendaftaran Calon Ketua Umum IKA UNG Telah ditutup, Berikut Daftar Nama-nama Calon

Kecacatan regulasi ini akhirnya menimbulkan beberapa tuntutan dari pihak Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Pendidikan, karena pada waktu pendaftaran bakal calon Presiden dan Wakil Presiden BEM dari pihak FH dan FIP dinyatakan ditolak karena keterlambatan waktu sekurang-kurangnya 6 menit dari batas waktu pendaftaran, sedangkan dalam proses verifikasi dari pihak FOK terlambat sekurang-kurangnya 1 hari 15 jam 50 menit.

Maka sudah sewajarnya jika hal tersebut mendapatkan tuntutan dari pihak FH dan FIP. Karena bagaimana mungkin pihak pelaksana pemilihan yang seharunya taat dan paham akan regulasi justru melanggar regulasi tersebut.

Fenomena demokrasi kampus yang terjadi hari ini semoga menjadi satu bentuk pelajaran serta pengalaman bagi kita semua untuk lebih baik lagi dan tidak sewenang-wenangnya dalam membuat suatu regulasi.

Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum, UNG.